Perihal Pendidikan


KEKERASAN DI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Anak umur Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama adalah seseorang yang akan mewarisi negeri ini 30 sampai 40 tahun ke depan. Karena itu, di tangan merekalah, masa depan suatu bangsa ditentukan. Pembentukan karakter mereka sangat ditentukan oleh sistem pendidikan yang mereka peroleh di sekolah formal; dari Sekolah Dasar hingga tingkat Universitas, ditambah pendidikan yang mereka terima di ruang non formal. Termasuk juga perilaku guru yang ada di dalamnya, menjadi faktor yang akan sangat mempengaruhi pola pikir mereka di masa mendatang.

Sekolah semestinya menjadi tempat yang menyenangkan, karena di sanalah mereka mendapatkan banyak ilmu pengetahuan. Tetapi sayang sekali antara keinginan dan kenyataan seringkali berbeda, sehingga membuat siswa semakin malas untuk memasuki sekolah. Banyak hal yang mempengaruhi, salah satunya yang jelas disebabkan karena kejenuhan mereka berada di dalam ruangan kelas yang kaku selama dijejali pelajaran dari pagi sampai dengan siang hari, bahkan hingga sore hari saat Full Day School dijalankan. Dan pada umumnya, mereka hanya diberi jeda istirahat kurang dari 3 jam, mereka harus berjibaku mendengarkan materi – materi yang menumpuk di otak mereka. Apalagi jika sistem pembelajaran dilakukan secara monoton, tanpa adanya inovasi metode dari pengajar yang bersangkutan yang dapat mengurai kejenuhan. 

Dari situlah seharusnya guru lebih bisa memahami kondisi dari siswanya, karena banyak sekali perasaan yang sudah dibawa mereka dalam pembelajaran. Seharusnya, pembelajaran tidak hanya bisa dilakukan di dalam ruang kelas saja, melainkan bisa memanfaatkan apa yang ada di lingkungan alam dan sekitar yang akan membuat proses belajar jauh lebih menyenangkan tentunya. Dengan demikian kita bisa bermain sambil belajar, belajar sambil bersosialisasi. Maka dari itu, jangan salahkan jika dari kejenuhan tersebut, tidak sedikit siswa yang kerap suka berulah mencari sedikit perhatian dari guru maupun teman.

Tidak jarang, siswa mencari perhatian guru dengan cara-cara yang membuat guru jengkel, sehingga memaksa guru untuk memberikan teguran mulai dari yang ringan, bahkan hingga teguran secara fisik dan psikis. Dalam keadaan seperti ini, guru seharusnya mengingat tentang tanggung jawab mereka sebagai seorang pendidik. Harus bisa sabar mengatasi anak didiknya. Bukan lantas mengambil tindakan teguran dengan melakukan hukuman fisik maupun psikis, meskipun itu hanya dengan mencubit atau mengeluarkan kata pematah semangat siswa.

PENDIDIKAN WARISAN

Para guru yang bekerja saat ini, kebanyakan mereka mewarisi sistem pendidikan orde baru yang meneruskan pola pendidikan kolonial, dimana sistem feodalisme masih diterapkan di ruangan kelas. Ketika guru menjadi pusat sistem pendidikan, dan segala perilakunya dibenarkan, termasuk juga di dalamnya emosi dan kekerasan yang seharusnya tidak perlu. Bayangkan, dengan gampangnya begitu saja guru melempar penghapus papan tulis ke muka anak didik, melayangkan buku pegangan mengajarnya ke kepala anak didik, menyuruh push up, menjemur diri di lapangan, berlari mengelilingi lapangan sekolah sampai berkali kali, dan mungkin masih banyak hlagi contoh lain yang dilakukan dengan tindak kekekerasan secara fisik. Belum lagi jika ditambah dengan kekerasan secara psikis, yaitu secara verbal. Bisa jadi, saat ini para guru atau orang tua yang gemar melakukan tindak kekerasan serupa, merupakan korban dari tindak kekerasan di masa lalu. Parahnya, mereka menjadikan hal tersebut sebagai tolak ukur untuk memberikan sebuah efek jera atau sebuah tindakan pencegahan.

Wajarlah, saat mendengar siswa diberikan sebuah kekerasan fisik, dan guru mendapat sanksinya, kita akan menganggap bahwa mental siswa sekarang lebih lemah, dan cenderung menyalahkan orang tua yang dianggap terlalu memanjakan anak-anaknya. Padahal, kekerasan sekecil apapun dapat menimbulkan trauma yang pasti akan berdampak bagi pembentukan mentalnya di masa depan.

Sedangkan jika kita bercermin di masa silam, kita juga sebenarnya sangat marah dan tidak suka diperlakukan demikian, tetapi, dikarenakan kita tidak bisa melapor atau pun mengadu permasalahan ini ke orang lain, karena tidak ada hukum yang bersedia memberikan perlindungan seperti sekarang ini, kita lebih memilih diam dan menerimanya.

KEHARMONISAN SEKOLAH BESAMA ORANG TUA

Pembentukan kembali hubungan antara orang tua dengan guru yang dicanangkan melalui sejumlah anjuran dari pemerintah sebenarnya sudah menyiratkan agar hubungan tersebut menjadi jembatan dalam mengatasi aspek-aspek eksternal dalam pendidikan yang kerap menjadi hambatan. Aspek psikis dan emosional siswa tidak bisa diserahkan pada guru saja, tetapi orang tua sangat berperan karena merekalah yang memiliki kedekatan emosional lebih dengan anaknya. Sehingga ketika aspek emosional ini ternyata menjadi penghambat bagi siswa untuk menyerap ilmu, guru dan orang tua semestinya bisa duduk bersama untuk memberikan solusi. 

Misalnya ada pelaporan yang berkelanjutan dan intens mengenai perkembangan murid selama ia mendapatkan pembelajaran dari awal sampai nanti mereka siap untuk melangkah ke jenjang selajutnya. Baik itu selama sebulan sekali, dua bulan sekali, tiga bulan sekali.


Mahesa

Penggerak Perpus Pijar.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments