Hidup itu... panjang. Panjaaaang banget. Kalau misalnya mau dibandingkan, sinetron Cinta Fitri yang sampai tujuh season itu masih kalah. Apalagi Tukang Bubur Naik Haji yang episodenya sampe ribuan, tetap nggak cukup buat menggambarkan satu kisah hidup manusia dari awal sampai akhir. Karena setiap hari, selalu ada cerita baru yang kita lewati. Ada tawa, ada air mata, ada kecewa, ada bahagia—semuanya campur aduk jadi satu.
Aku sekarang menjalani profesi sebagai guru. Tapi sebelum jadi guru, aku juga pernah jadi murid, dong. Dan jujur aja, kalau sekarang aku flashback ke masa-masa sekolah dulu, rasanya campur aduk. Kadang ketawa sendiri, kadang malu, kadang mikir, "Ih, kenapa dulu aku begitu, ya?"
Dulu tuh, sama guru itu rasanya segan banget. Mau nanya aja malu. Duduk diam, nyimak, takut disuruh maju. Tapi dari situ juga muncul rasa hormat. Guru itu seperti orang tua kedua. Bicaranya ditunggu, arahannya dihormati. Kalau lihat murid-murid zaman sekarang... aduh, beda banget. Sekarang tuh mereka berani banget ngomong ceplas-ceplos, kadang tanpa pikir panjang. Bahasa tubuhnya juga sering nggak menunjukkan rasa hormat. Kadang suka mikir, “Ini anak-anak sadar nggak sih, kalau mereka lagi ngomong sama guru?”
Tapi balik lagi… ini proses. Semua orang akan melewati masa-masa seperti itu. Aku pun dulu nggak selalu manis-manis amat. Pernah juga melanggar aturan, cari perhatian, dan sok-sokan pengen beda sendiri. Dulu itu rasanya keren kalau bisa ‘melawan’ sedikit, merasa jadi pemenang padahal sebenarnya ya malah rugi sendiri.
Dan sekarang, ketika aku berada di sisi lain—jadi guru—aku bisa melihat semua itu dari kacamata yang berbeda. Banyak hal yang bikin aku tersenyum cemungut, antara lucu, geli, dan nyesel juga. Tapi senyum kecutnya juga ada, karena takut kelakuan ‘ajaib’ yang aku lakukan dulu bakal ditiru sama anak-anak atau murid-muridku. Istilahnya, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Makanya sekarang, aku suka selipkan pesan buat murid-murid atau siapa aja yang masih duduk di bangku sekolah:
“Belajar itu bukan cuma tentang nilai. Tapi tentang membentuk diri jadi pribadi yang tahu caranya bersikap, tahu caranya menghormati, dan tahu tempat.”
Guru bukan sekadar pengajar, tapi juga penuntun. Ilmu bisa kamu cari di mana saja, tapi nilai-nilai kehidupan—itu yang cuma bisa kamu dapat dari interaksi dan keteladanan.
Hidup ini memang nggak ada naskah pastinya. Tapi setiap kita punya peran masing-masing. Dan seperti sinetron yang penuh adegan, kadang hidup pun terasa dramatis. Tapi percayalah, semua ada waktunya. Masa muda yang mungkin penuh gejolak, suatu hari akan jadi cerita indah yang kamu kenang sambil senyum-senyum sendiri.
Jadi, jalani proses ini dengan sadar. Nikmati, syukuri, dan pelajari. Karena apa yang kamu lakukan hari ini, akan jadi kisah yang kamu ceritakan kelak—entah dengan bangga, atau dengan penuh penyesalan.
Semoga kamu bisa memilih jalan yang membuatmu bangga.
0 Komentar